Makalah Asas - Asas Pendidikan
MAKALAH
DASAR DASAR ILMU PENDIDIKAN
“ASAS
ASAS PENDIDIKAN”
OLEH
:
NAMA
: AISHA AZALIA (16231003)
KELOMPOK
: 4
PRODI
: PENDIDIKAN IPA
FAKULTAS :
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)
MATA KULIAH UMUM
UNIVERSITAS
NEGERI PADANG
2017
ASAS
ASAS PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan
ilmu dan teknologi terutama teknologi informasi menyebabkan arus komunikasi
cepat. Hal ini berdampak pada norma kehidupan dan ekonomi, seperti
tersingkirnya pekerja yang tidak profesional dan kurang terampil. Menurunnya
norma masyarakat kita yang bersifat pluralistik sehingga rawan terhadap
timbulnya sosial serta integrasi bangsa.
Pendidikan
sebagai usaha dasar yang sistematis-sistemik selalu bertolak dari sejumlah asas
tertentu. Asas-asas tersebut sangat penting karna pendidikan merupakan pilar
utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat tertentu. Khusus untuk
pendidikan indonesia, terdapat sejumlah asas pendidikan yang memberi arah dalam
merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Di antara sejumlah asas tersebut,
akan dikaji lebih lanjut tiga asas yaitu Asas Tut Wuri Handayani,Ing Ngarsa
Sung Tulada,Asas Ing Madya Mangun Karsa, Asas Kemandirian dalam Belajar dan
Asas Belajar Sepanjang Hayat,Asas Alam Takambanag Jadi Guru,dan Implementasi
dari masing- masing asas dalam pendidikan . Keempat asas itu dipandang sangat
relevan dengan upaya pendidikan, baik
masa kini maupun masa depan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang dibahas di dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa yang
di maksud Tut Wuri Handayani , Ing Ngarsa Sung Tulada , Ing Madya Mangun Karsa?
2.
Apa yang
di maksud Asas Kemandirian dalam belajar ?
3.
Apa yang
di maksud Asas Pendidikan Sepanjang Hayat ?
4. Apa yang
dimaksud Asas Alam Takambang Jadi Guru ?
5. Bagaimana
Imlementasi dari masing-masing Asas dalam pendidikan ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun
Tujan Penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui Asas Tut Wuri Handayani Ing Ngarsa Sung
Tulada , Ing Madya Mangun Karsa?
2.
Untuk mengetahui Asas Kemandirian dalam belajar
3.
Untuk mengetahui Asas Pendidikan sepanjang hayat
4. Untuk mengetahui Asas Alam takambang jadi
guru
5.
Untuk
mengetahui Implementasi dari masing masing asas dalam pendidikan
BAB
II
PEMBAHASAN
3. ASAS ASAS
PENDIDIKAN
Asas pendidikan memiliki arti hukum
atau kaidah yang menjadi acuan kita dalam melaksanakan kegiatan pendidikan.
Asas pendidikan merupakan suatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan
berpikir, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusus untuk pendidikan di Indonesia, terdapat beberapa asas
pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu.
Diantara asas tersebut adalah Asas Tut Wuri Handayani , Ing Ngarsa Sung Tulada , Ing Madya Mangun Karsa , Asas Kemandirian dalam Belajar , Pendidikan Sepanjang Hayat, dan Asas Alam Takambang Jadi Guru.
a.
Asas
Tut Wuri Handayani
Masyarakat Indonesia tentunya tidak asing lagi dengan
semboyan Tut Wuri Handayani. Semboyan ini sering kita jumpai pada seragam siswa
Sekolah Dasar. Semboyan ini juga merupakan semboyan Depdiknas. Semboyan Tut
Wuri Handayani pertama kali dikumandangkan pada tahun 1922 tercantum pada asas
1922 yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara. Asas 1922 ini merupakan asas
dari Perguruan Nasional Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1922.
Ki Hajar Dewantara berasal dari lingkungan keluarga Keraton
Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 meninggal
di usia 69 tahun di Yogyakarta, 26 April 1959. Dengan nama kecil Raden Mas
Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat) setelah itu sejak 1922
menjadi Ki Hadjar Dewantara (EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi
bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro). Beliau merupakan aktivis pergerakan
kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum
pribumi Indonesia saat zaman penjajahan Belanda.
ELS merupakan sekolah dasar di Eropa Belanda yang menjadi lulusan Ki Hajar
Dewantara. Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi
tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan
wartawan di beberapa surat kabar, antara lain, Sediotomo, Midden
Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja
Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya
komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial. Banyak karya-karya yang
dimiliki beliau.
Berbagai macam cara yang dilakukan Ki Hajar dewantara demi
memperjuangkan kemerdekaan pendidikan Indonesia. Salah satunya dengan seringnya
mengubah namanya sendiri.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan perubahan
sikapnya dalam melaksanakan pendidikan yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang
berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan
diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan negara. Bagi Ki Hajar
Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian
dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga
menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan
kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya
sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau
pengajar. Oleh karena itu, nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai
guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan.
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tuntunan di
dalam hidup tumbuhnya anak- anak. Adapun tujuannya adalah menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan
anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya. Dengan berbagai ide yang dimiliki dari Ki Hajar Dewantara
ada satu konsep yang terlupakan. Ki Hajar pernah melontarkan konsep belajar
3 dinding. Kalau kita mengingat masa lalu ketika masih di bangku sekolah,
bentuk ruang kelas kita rata-rata adalah persegi empat. Nah, Ki Hajar
menyarankan ruang kelas itu hanya dibangun 3 sisi dinding saja. Ada satu sisi
yang terbuka. Konsep ini bukan main-main filosofinya. Dengan ada satu dinding
yang terbuka, maka seolah hendak menegaskan tidak ada batas atau jarak antara
di dalam kelas dengan realita di luar.
Coba bandingkan dengan bentuk kelas kita dulu saat kecil.
Empat dinding tembok, dengan jendela tinggi-tinggi, sehingga kita yang masih
kecil tidak bisa melihat keluar. Lalu biasanya di dinding digantungi foto-foto
pahlawan perang yang angker-angker, dari Pattimura, Teuku Umar, Diponegoro
sampai Sultan Hasanudin. Jarang sekali ada yang memasang foto pujangga masa
lalu seperti Buya Hamka, Ranggawarsito, Marah Rusli, dll. Paling-paling
pujangga yang sempat diingat anak-anak SD adalah WR Supratman.
Konsep menyatunya kelas tempat belajar dengan realitas yang
ditawarkan Ki Hajar, mungkin memang bukan orisinil dari Beliau. Mungkin konsep
ini sudah ada sebelumnya Ki Hajar hidup. Namun ketika Ki Hajar merumuskan
konsep ini dengan istilah 3 dinding, menunjukkan betapa luasnya wawasan Beliau
dan mampu mengadaptasi konsep tersebut dalam budaya Indonesia.
Banyak karya beliau yang menjadi landasan rakyat Indonesia
dalam mengembangkan pendidikan. Asas Tut Wuri Handayani mendapat tangapan
positif dari Drs. R.M.P. Sostrokartono salah seorang filsuf dan ahli bahasa
dengan menambahkan dua semboyan untuk melengkapinya, sehingga ketiga semboyan
itu menyatu menjadi satu kesatuan asas yakni,
1.
Tut Wuri
Handayani yang berarti jika dibelakang mengikuti dengan awas. Yang
memiliki makna kita sebagai calon pendidik memberikan peserta didik keleluasaan
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologinya tetapi kita juga harus
mengawasinya agar tidak menyimpang dari norma norma yang ada dalam
masyarakat.
2.
Ing Narsa
Sung Tulada yang berarti jika di depan memberi contoh . Yang dimaksud ialah sebagai seorang
pendidik kita harus bisa menjadi contoh kepada siswa dalam berprilaku dan juga
bertindak agar anak didik kita bisa minimal seperti kita dan harus lebih baik
dari kita. Dalam konteks kepemimpinan semboyan ini berartikan sebagai pemimpin
kita hendaknya harus bisa memperlihatkan dan memberi contoh kepada bawahan dan
rakyat kita akan pentingnya perbuatan baik dan mengayomi rakyat sehingga rakyat
pun bisa menerima dan mencontoh pemimpinnya.
3.
Ing Madya Mangun Karsa yang
berarti jika ditengah-tengah membangkitkan kehendak, hasrat atau motivasi,
disini kita sebagai calon pendidik kelak ketika akan memberikan pengajaran kepada masyarakat atau anak didik kita, hendaknya
kita dapat berbaur dengan peserta didik. Kita tidak hanya selalu memberikan
materi di depan kelas dan memberikan contoh, tetapi kita
hendaknya berbaur dan membangkitkan semangat peserta didik dalam menyelesaikan
suatu permasalahan yang dialaminya.
Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa pada
tahun 1922 di Yogyakarta. Sebuah lembaga yang pertama kali menjadi motivator
bagi warga negara Indonesia demi melanjutkan kemerdekaan yang akan menjadi
proses kemerdekaan kita saat ini. Sejak awal Taman Siswa memiliki semboyan yang
tertera diatas. Semboyan yang sering dipertanyakan oleh berbagai peserta didik
saat ini. Asas 1922 yang merupakan asas dari Perguruan Taman Siswa adalah
sebagai berikut :
a.
Bahwa
setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan mengingat
tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum.
b. Bahwa
pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah, yang dalam arti lahir dan
bathin dapat memerdekakan diri.
c.
Bahwa
pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
d. Bahwa
pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
e.
Bahwa
untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh-penuhnya lahir mapun bathin
hendaknya diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak bantuan apa pun dan
dari siapa pun yang mengikat, baik berupa ikatan lahir maupun ikatan batin.
f.
Bahwa
sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri mutlak harus membelanjai
sendiri segala usaha yang dilakukan.
g. Bahwa
dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan bathin untuk
mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan
anak-anak.
Asas Tut Wuri Handayani merupakan inti dari asas
pada butir a yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur
dirinya sendiri (zelf-veschikingsrecht) dengan mengingat tertibnya persatuan
dalam kehidupan umum. Dari asas yang
pertama inilah jelas kita ketahui bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh
Perguruan Taman Siswa adalah kehidupan yang tertib dan damai. Asas inilah yang
mendorong Taman Siswa untuk mengganti sistem pendidikan cara lama yang lebih
menitik berartkan tentang pengajaran menggunakan perintah, paksaan, dan hukuman
dengan sistem khas dari Taman Siswa yaitu berdasarkan atas perkembangan
kodrati. Selanjutnya dari asas ini berkembang pula “Sistem Among” dimana guru disebut sebagai “pamong” yaitu guru sebagai pemimpin yang berdiri dibelakang dengan
memberikan kesempatan kepada anak didik untuk berjalan sendiri, dan tidak terus
menerus mencampuri, diperintah, atau dipaksa. Guru disini sebagai pamong yang
mengawasi dan wajib mencampuritingkah laku atau perbuatan anak jika anak tidak
dapat menghindarkan diri dari berbagai rintangan atau ancaman keselamatan gerak
majunya. Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem
among adalah cara pendidikan yang dipakai dalam sistem pendidikan di Taman
Siswa dengan maksud mewajibkan pada guru supaya mengingati dan mementingkan
kodrat-idratnya para siswa dengan tidak melupakan segala keadaan yang
mengelilinginya.
Tujuan dari Asas Tut Wuri Handayani
adalah
· Pendidikan
dilaksanakan tidak menggunakan syarat paksaan,
· Pendidikan
adalah penggulowenthah yang mengandung makna: momong, among, ngemong.
Among mengandung arti mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan agar anak
didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan selamat. Momong
mempunyai arti mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut kodratnya. Ngemong
berarti kita harus mengikuti apa yang ingin diusahakan anak sendiri dan memberi
bantuan pada saat anak membutuhkan,
· Pendidikan
menciptakan tertib dan damai (orde en vrede),
· Pendidikan
tidak ngujo (memanjakan anak), dan
· Pendidikan
menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri sendiri dan berdiri di
atas kaki sendiri (mandiri dalam diri anak didik). Metode ini secara teknik
pengajaran meliputi : kepala, hati, dan panca indera (educate the head, the
heart, and the hand).
Dua semboyan lainnya, sebagai bagian yang tidak bisa
dipisahkan dari tut wuri handayani, pada hakekatnya bertolak dari wawasan
tentang anak yang sama, yakni tidak ada unsur perintah, paksaan, atau hukuman,
tidak ada campur tangan yang dapat mengurangi
kebebasan anak untuk berjalan sendiri dengan kekuatan sendiri. Di sisi lain
pendidik setiap saat dapat memberikan uluran tangan apabila sang anak memang
membutuhkan. Ing Ngarsa Sung
Tulada (di depan memberi contoh)
adalah sesuatu hal yang baik mengingat kebutuhan anak maupun pertimbangan guru.
Ing Madya Mangun
Karsa (ditengah membangkitkan
kehendak) diterapkan pada keadaan atau kondisi yang kurang bergairah atau
anak ragu-ragu dalam mengambil keputusan, sehingga memerlukan pendidik yang
mampu membangkitkan dan memperkuat motivasi.
Ketiga filosofi di atas saling berkaitan
dan tidak dapat ditinggalkan salah satunya. Sebagai contoh, usaha seorang
leader untuk menanamkan nilai-nilai organisasi kepada followernya. Dalam hal
ini, seorang leader tidak bisa begitu saja mendorong dan mengarahkan perilaku
followernya agar sesuai dengan nilai-nilai organisasi (tut wuri
handayani). Namun, leader tersebut juga harus mampu
memberikan contoh nyata bagaimana nilai-nilai organisasi telah tertanam dalam
dirinya (ing ngarsa sung tuladha). Sembari member
contoh, leader juga harus mengkomunikasikan nilai-nilai tersebut ke
tengah-tengah followernya, dan memotivasi mereka untuk bertindak sejalan dengan
nilai-nilai itu (ing madya mangun karsa).
b.
Asas Kemandirian dalam Belajar
Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat
secara langsung erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Kemandirian dalam belajar dapat diartikan
sebagai aktifitas belajar yang berlangsung lebih didorong oleh kemauan sendiri,
pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran. Pengertian
tentang belajar mandiri sampai saat ini belum ada kesepakatan dari para ahli.
Ada beberapa variasi pengertian belajar mandiri yang diutarakan oleh para ahli
seperti dipaparkan Abdullah (2001:1-4)
sebagai berikut:
1.
Belajar Mandiri memandang siswa sebagai para manajer dan pemilik tanggung jawab
dari proses pelajaran mereka sendiri. Belajar Mandiri mengintegrasikan self-
management (manajemen konteks, menentukan setting, sumber daya, dan tindakan)
dengan self-monitoring (siswa memonitor, mengevaluasi dan mengatur strategi
belajarnya) (Bolhuis; Garrison).
2.
Peran kemauan dan motivasi dalam Belajar Mandiri sangat penting dalam memulai dan memelihara usaha siswa.
Motivasi memandu dalam mengambil keputusan, dan kemauan menopang kehendak untuk
menyelami suatu tugas sedemikian sehingga tujuan dapat dicapai (Corno;
Garrison).
3.
Di dalam belajar mandiri, kendali secara berangsur-angsur bergeser dari para
guru ke siswa. Siswa mempunyai banyak kebebasan untuk memutuskan pelajaran apa
dan tujuan apa yang hendak dicapai dan bermanfaat baginya (Lyman; Morrow,
Sharkey, & Firestone).
Jika para ahli di atas memberi makna tentang belajar mandiri
secara sepotong-sepotong, maka Haris Mujiman (2005:1) mencoba memberikan
pengertian belajar mandiri dengan lebih lengkap. Menurutnya belajar mandiri
adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk
menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan
bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki. Penetapan kompetensi sebagai
tujuan belajar, dan cara pencapaiannya
baik penetapan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo
belajar, cara belajar, maupun evaluasi belajar
dilakukan oleh siswa sendiri. Di sini belajar mandiri lebih dimaknai
sebagai usaha siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang didasari oleh niatnya
untuk menguasai suatu kompetensi tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dan beberapa
pertimbangan di atas, maka Belajar Mandiri dapat diartikan sebagai usaha individu untuk
melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain
berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi dan atau
kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang
dijumpainya di dunia nyata.
Sehingga perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan
menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator, disamping peran-peran lain: Informator, organisator, dan
sebagainya. Sebagai fasilitator guru diharapkan menyediakan dan mengatur
berbagai sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan peserta didik
berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sedang sebagai motivator, guru
mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar
itu. Pengembangan kemandirian dalam belajar ini seyogyanya dimulai dengan
kegiatan intrakurikuler, yang dikembangkan dan dimantapkan selanjutnya dalam
kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler atau untuk latar perguruan tinggi: Dimulai dalam
kegiatan tatap muka dan dikembangkan dan dimantapkan dalam
kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri. Kegiatan tatap muka atau
intrakurikuler terutama berfungsi membentuk konsep-konsep dasar dan cara-cara
pemanfaatan berbagai sumber belajar yang akan menjadi dasar pengembangan
kemandirian dalam belajar di dalam bentuk-bentuk kegiatan terstruktur dan
mandiri atau kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler itu.
Terdapat beberapa strategi belajar-mengajar dan suatu
kegiatan belajar-mengajar yang dapat memberi peluang pengembangan kemandirian
dalam belajar. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) merupakan salah satu pendekatan
yang memberi peluang itu karena siswa dituntut mengambil prakarsa
dan memikul tanggung jawab tertentu
dalam belajar-mengajar di sekolah, umpamanya melalui lembaga kerja. Di samping
itu ada beberapa jenis kegiatan belajar mandiri lainnya seperti belajar melalui
modul, paket belajar, pengajaran berprogram, dan sebagainya. Keseluruhan upaya
itu harus didukung dengan Pusat Semua Belajar (PSB ) yang memadai di lembaga
pendidikan utamanya sekolah. Seperti diketahui, PSB itu memberi peluang
tersedianya berbagai jenis sumber belajar, disamping bahan pustaka di perpustakaan,
seperti rekaman elektronik, ruang-ruang belajar (tutorial) sebagi mitra kelas,
dan sebaginya. Dengan dukungan PSB itu asas kemandirian dalam belajar akan
lebih dimantapkan dan dikembangkan.
Keberadaan Asas Kemandirian dalam Belajar memang satu jalur
dengan apa yang menjadi agenda besar dari Asas Tut Wuri Handayani, yakni
memberikan para peserta didik kesempatan untuk “berjalan sendiri.” Inti dari
istilah “berjalan sendiri” tentunya sama dengan konsep dari “mandiri” yang
dalam Asas Kemandirian dalam Belajar bermakna “menghindari campur tangan guru
namun (guru juga harus) selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan”
(Tirtarahardja, 1994: 123).
Kurikulum KTSP tentunya sangat
membantu dalam agenda mewujudkan Asas Kemandirian dalam Belajar. Prof. Dr. Umar
Tirtarahardja (1994) lebih lanjut mengemukakan bahwa dalam Asas Kemandirian
dalam Belajar, guru tidak hanya sebagai pemberi dorongan, namun juga
fasilitator, penyampai informasi, dan organisator (Tirtarahardja, 1994: 123).
Oleh karena itu, wujud manifestasi Asas Kemandirian dalam Belajar bukan hanya
dalam berbentuk kurikulum KTSP, namun juga dalam bentuk kurikuler dan ekstra
kurikuler sedang dalam lingkup perguruan tinggi terwujud dalam kegiatan tatap
muka dan kegiatan terstruktur dan mandiri.
Dalam bukunya “Contextual Teaching
and Learning” Elanie B. Johnson (2009) berpendapat bahwa dalam Pembelajaran
Mandiri seorang guru yang berfaham “Pembalajaran dan
Pengajaran Kontekstual” dituntut untuk mampu menjadi mentor dan guru ‘privat’
(Johnson, 2009: 177). Sebagai mentor, guru yang hendak mewujudkan kemandirian
peserta didik diharapkan mampu memberikan pengalaman yang membantu kepada siswa
mandiri untuk menemukan cara menghubungkan sekolah dengan pengalaman dan
pengetahuan mereka sebelumnya. Sebagai seorang guru ‘privat,’ seorang guru
biasanya akan memantau siswa dalam belajar dan sesekali menyela proses belajar
mereka untuk membenarkan,
menuntun, dan member instruksi mendalam (Johnson, 2009).
Lebih
lanjut Johnson mengungkapkan bahwa kelak jika proses belajar mandiri berjalan
dengan baik, maka para peserta didik akan
mampu membuat pilihan-pilihan positif tentang bagaimana mereka akan mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan sehari-hari (Johnson, 2009: 179). Dengan
kata lain, proses belajar mandiri atau Asas Kemandirian dalam Belajar akan mampu
menggiring manusia untuk tetap “Belajar sepanjang Hayatnya.”
c.
Asas Pendidikan Sepanjang
Hayat
Asas
Belajar Sepanjang Hayat
“Menuntut
ilmu adalah kewajiban setiap muslim dan muslimat. Tuntutlah ilmu sejak buaian
sampai lubang kubur. Tiada amalan umat yang lebih utama daripada belajar”.
Asas Belajar Sepanjang Hayat (life
long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan
seumur hidup (life long education. Istilah pendidikan seumur hidup erat
kaitannya dan kadang-kadang digunakan saling bergantian dengan makna yang sama
dengan istilah belajar sepanjang hayat. Kedua istilah ini memang tidak dapat
dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Penekanan istilah “belajar”adalah perubahan
perilaku (kognitif/afektif/psikomotor) yang relatif tetap karena pengaruh
pengalaman, sedang istilah “pendidikan” menekankan pada usaha sadar dan
sistematis untuk penciptaan suatu lingkungan yang memungkinkan pengaruh
pengalaman tersebut lebih efisien efektif, dengan kata lain, lingkungan yang
membelajarkan subjek didik.
Selanjutnya pendidikan sepanjang hayat didefinisikan sebagai
tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan perstrukturan pengalaman
pendidikan. Pengorganisasian dan perstrukturan ini diperluas mengikuti seluruh
rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai yang paling tua (cropley:
67). Pendidikan sepanjang hayat bukan merupakan pendidikan yang berstruktur
namun suatu prinsip yang menjadi dasar dalam menjiwai seluruh organisasi system
pendidikan yang ada. Dengan kata lain pendidikan sepanjang hayat menembus
batas-batas kelembagaan, pengelolaan, dan program yang telah berabad-abad
mendesakkan diri pada system pendidikan.
Dalam latar pendidikan seumur hidup, proses belajar mengajar
di sekolah seyogyanya mengemban sekurang-kurangnya 2 misi, yaitu membelajarkan
peserta didik dengan efisien dan efektif, dan serentak dengan itu meningkatkan
kemauan dankemampuan belajar mandiri sebagai basis dari belajar sepanjang
hayat. Ditinjau dari pendidikan sekolah, masalahnya adalah bagaimana merancang
dan mengimplementasikan suatu program belajar mengajar sehingga mendorong
belajar sepanjang hayat, dengan kata lain,
terbentuklah manusia dan masyarakat yang mau dan mampu terus menerus belajar.
Kurikulum yang dapat mendukung terwujudnya belajar sepanjang
hayat harus dirancang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi:
a.
Dimensi
vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan
persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
Termasuk dalam dimensi vertikal itu antara lain pengkajian
tentang:
a)
Keterkaitan antara kurikulum dengan masa depan didik
b) Kurikulum dan perubahan
sosial-kebudayaan
c) “The forecasting
curriculum”
d) Keterpaduan bahan ajaran dan
pengorganisasian pengetahuan
e) Penyiapan untuk memikul
tanggung jawab
f) Pengintegrasian
dengan pengalaman yang telah dimiliki peserta didik
g) Untuk mempertahankan
motivasi belajar secara permanen
b. Dimensi horizontal dari
kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
pengalaman di luar sekolah.
Termasuk dalam dimensi horizontal antara lain :
a) Kurikulum sekolah
merefleksikan kehidupan diluar sekolah
b) Memperluas kegiatan belajar
ke luar sekolah
c) Melibatkan orang tua dan
masyarakat dalam kegiatan belajar-mengajar
Untuk mencapai integritas pribadi yang utuh sebagaimana
gambaran manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan nilai-niai Pancasila,
Indonesia menganut asas pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang hayat
memungkinkan tiap warga negara Indonesia:
a. mendapat kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri dan
kemandirian sepanjang hidupnya,
b. mendapat kesempatan untuk memanfaatkan layanan
lembaga-lembaga pendidikan yang ada di masyarakat. Lembaga pendidikan yang
ditawarkan dapat bersifat formal, informal, non formal,
c. mendapat kesempatan mengikuti program-program pendidikan
sesuai bakat, minat, dan kemampuan dalam rangka pengembangan pribadi secara
utuh menuju profil Manusia Indonesia Seutuhnya (MIS) berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945; dan
d. mendapat kesempatan mengembangkan diri melalui proses
pendidikan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu sebagaimana tersurat
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989.
d. Alam Takambang Jadi Guru
Alam takambang jadi guru adalah pepatah yang berasal dari Minangkabau.
Kalau dijadikan bahasa Indonesia, kira-kira menjadi ” alam terkembang
(terbentang luas) dijadikan sebagai guru “. Dewasa ini, pepatah tersebut masuk
dalam moto pembelajaran untuk guru. Entah kapan dimulai, yang jelas
perangkat pembelajaran tersebut telah digandakan oleh banyak guru. Secara tidak
langsung menyebarluaskan pepatah alam takambang jadi guru. Nyata
bagi banyak guru pepatah ini sudah familiar juga. Bahkan di Negeri
Belanda juga sangat dikenal oleh pakar pendidikan di sana.
Guru di daerah Sumatra Barat dan guru-guru penutur bahasa Melayu pada umumnya akan langsung mengerti makna pepatah tersebut. Di Ranah Minang ungkapan tersebut sangat komunikatif. Sementara itu, mereka yang tidak mengerti bahasa Melayu dan bahasa Minang, hanya bisa mengira dan mendiskusikan pengertiannya kepada teman sejawat. Namun mereka tidak akan banyak menemui kesulitan untuk itu. Lagi pula konsep alam takambang jadi guru sangat praktis dan universal. Cakupannya meliputi semua dimensi.
Pepatah Alam Takambang jadi guru ini sangat dipahami oleh setiap orang yang berasal dari Sumatra Barat. Pewarisannya secara oral. Pepatah ini diajarkan turun temurun. Dewasa ini penyebarannya selain secara lisan juga melalui berbagai karya tulis, termasuk di dalamnya karya sastra. Pepatah atau ungkapan ini bermakna ‘agar kita belajar pada alam yang menyajikan berbagai fenomena. Alam terbentang luas senantiasa mengabarkan sebuah kearifan’. Sejatinya pepatah atau ungkapan filosofi ini mengandung makna, pertama menunjukan sikap seseorang terhadap tanggung jawab yang seharusnya ia dilaksanakan dalam rangka pengembangan diri. Kedua ungkapan ini bermakna menunjukan kepada kita apa sesungguhnya sumber dari pengetahuan dan teknologi atau keterampilan. AlamTakambang yakni menujukan sumber belajar yang sesungguhnya, yakni sumber belajar yang sungguh-sungguh dapat memenuhi “kebutuhan kita semua” yang sifatnya selalu ada sepanjang zaman.
Alam diciptakan Allah untuk dimanfaatkan untuk beragam keperluan. Dapat dirinci, di antaranya sangat banyak pelajaran yang bisa diambil darinya. Karena itu muncul ungkapan orang Minangkabau yang mengatakan “Alam Takambang jadi Guru” itu. Banyak sudah teknologi canggih yang kita gunakan sekarang ini mengambil prinsip kerjanya dari alam ini. Untuk itu kita selalu bersahabat dengan alam (lingkungan dimana kita berada) agar kita selalu dapat memetik pelajaran darinya.
Alam Takambang Sebagai Sumber Belajar
Alam Takambang Jadi Guru pengertian yang paling pas untuk itu adalah “alam” (sama juga dengan bahasa Indonesia) yang “Takambang” (membentang luas) ini atau alam raya ini dengan segala isinya. Jadi Guru diartikan di jadikan sebagai “guru ” ( sama dengan bahasa Inonesia ). “ Guru ” maksudnya adalah apa yang ada yang dapat memberikan pelajaran kepada kita atau apa yang dapat kita pelajari padanya. Maka guru disini bermakna luas, berlaku untuk semua baik berupa orang dan alam sekitar di segala tempat dan keadaan. Dengan kata lain maksud guru itu adalah sumber belajar, baik untuk disekolah maupun diluar persekolahan. Anak dapat belajar dirumah dengan buku dan internet, anak dapat belajar dengan binatang piaraan dan tanaman dikebun atau air yang mengalir disungai. Orang dewasa juga demikian belajar kapan saja dan dimana saja sumber belajarnya tetap saja apa yang ada di lingungannya.
AECT (Association for Education and Communication Technology) menyatakan bahwa sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Sumber belajar adalah bahan-bahan yang dimanfaatkan dan diperlukan dalam proses pembelajaran, yang dapat berupa buku teks, media cetak, media elektronik, narasumber, lingkungan sekitar, dan sebagainya yang dapat meningkatkan kadar keaktifan dalam proses pembelajaran.
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang tersedia di sekitar atau di lingkungan belajar yang berfungsi untuk membantu optimalisasi aktifitas belajar. Optimalisasi aktifitas belajar ini dapat dilihat tidak hanya dari hasil belajar saja, namun juga dilihat dari proses pembelajaran yang berupa interaksi siswa dengan berbagai sumber belajar. Sumber belajar dapat memberikan rangsangan untuk belajar dan mempercepat pemahaman dan penguasaan bidang ilmu yang dipelajari. Kegiatan belajarnya dapat berlansung dimana saja dan kapan saja, dengan kata lain dengan sumber belajar yang bersifat sangat luas itu anak belajar tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Hal ini berarti bahwa bahwa alam sekitar yang dijadikan sumber belajar bermakna jauh lebih luas dan lebih bervariasi jika dibandingan “guru” di sekolah sebagai sumber belajar. Dengan hal yang seperti itu semua orang akan mendapat peluang untuk belajar sepanjang hayat, karena didukung dengan ketersediaan sumber belajar dimana-mana. Hal ini juga mengandung makna bahwa seorang guru yang mengajar mengambil bahan pelajaran juga berasal dari Alam Takambang ini. Alam Takambang Jadi Guru tantu saja merupakan sumber belajar yang maha lengkap, jauh lebih lengkap jika dibandingkan dengan sumber belajar pendidikan formal yang berupa pustaka, labortoriun dan work shop. Belajar dengan Alam Takambang akan selalu serasi dan selaras dengan perkembangan anak, perkembangan anak dan perkembangan ilmu dan teknologi. Karena belajar dengan Alam Takambang tidak akan ada dijumpai apa yang disebut dengan keteri katan,keterbelakangan, keterbatasan , kadaluarsa dan lain sebagainya. Alam Takambang dijadikan guru tidak jadi soal jauh atau dekat karena dengan bantuan teknologi banyak hal menjadi sangat mudah.
Dengan prinsip-prinsip belajar dengan Alam Takambang akan menumbuhkan jiwa kemerdekaan, seseorang hanya patuh dan ta’at kepada kebenaran dan patuh dan hormat kepada kebajikan, bukan patuh kepada siapa-siapa.
e.
Implementasi Dari
Masing Masing Asas Pendidikan
v
Implementasi Asas
Tut Wuri Handayani
Asas Tut Wuri Handayani memberi
kesempatan anak didik untuk melakukan usaha sendiri,
dan ada kemungkinan mengalami berbuat kesalahan, tanpa ada tindakan (hukuman) pendidik
(Karya Ki Hajar Dewantara, 1962:59). Hal itu tidak menjadikan masalah, karena menurut
Ki Hajar Dewantara, setiap kesalahan yang dilakukan anak didik akan membawa pidananya
sendiri, kalau tidak ada pendidik sebagai pemimpin yang mendorong datangnya hukuman
tersebut. Dengan demikian, setiap kesalahan yang dialami anak tersebut bersifat
mendidik.
Maksud tut wuri handayani adalah
sebagai pendidik hendaknya mampu menyalurkandan mengarahkan perilaku dan segala
tindakan sisiwa untuk mencapai tujuan pendidikanyang dirancang.
Implikasi dari penerapan asas ini dalam
pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Seorang pendidik diharapkan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengemukakan ide dan prakarsa yang berkaitan dengan mata pelajaran
yang diajarkan.
b. Seorang pendidik berusaha melibatkan mental siswa yang
maksimal didalam mengaktualisasikan pengalaman belajar, upaya melibatkan siswa
seperti ini yang sering dikenal dengan cara belajar siswa aktif (CBSA).
c. Peranan pendidik hanyalah bertugas mengarahkan
siswa, sebagai fisilitator, moitivator dan pembimbing dalam rangka mencapai
tujuan belajar . Dalam
proses belajar mengajar dilakukan secara bebas tetapi terkendali, interaksi
pendidik dan siswa mencerminkan hubungan manusiawi serta merangsang berfikir
siswa, memanfaatkan bermacam-macam sumber, kegiatan belajar yang dilakukan
siswa bervariasi, tetapi tetap dibawah bimbingan guru.
Dalam
kaitan penerapan Asas Tut Wuri Handayani, dapat
dikemukakan beberapa keadaan yang ditemui sekarang, yakni:
a. peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan
dan keterampilan yang diminatinya di semua
jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang disediakan oleh pemerintah sesuai
peran dan profesinya dalam masyarakat. Peserta didik bertanggung jawab atas
pendidikannya sendiri,
b. peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan
kejuruan yang diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan
kerja bidang tertentu yang diinginkannya
c. peserta didik memiliki kecerdasan yang luar biasa
diberikan kesempatan untuk memasuki program pendidikan dan keterampilan sesuai dengan gaya dan irama belajarnya,
d. peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik
atau mental memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan keterampilan sesuai dengan cacat yang disandang agar dapat
bertumbuh menjadi manusia yang mandiri,
e. peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan
untuk memperoleh pendidikan dan keterampilan
agar dapat berkembang menjadi manusia yang memiliki kemampuan dasar yang
memadai sebagai manusia yang mandiri, yang beragam dari potensi dibawah normal
sampai jauh diatas normal (Jurnal Pendidikan,1989)
v Implementasi dari Asas Kemandirian Dalam Belajar
Implementasi dari asas kemandirian
dalam belajar merupakan suatu wujud manifestasi Asas Kemandirian dalam Belajar
yang bukan hanya dalam berbentuk kurikulum KTSP, namun juga dalam bentuk
kurikuler dan ekstra kurikuler sedang
dalam lingkup perguruan tinggi terwujud dalam kegiatan tatap muka dan kegiatan terstruktur
dan mandiri.
v Implementasi dari Asas Pendidikan Sepanjang Hayat
Asas belajar sepanjang hayat sebenarnya sudah tertanam dalam kehidupan
bermasyarakat lewat pendidikan keagamaan dan budaya, dimana ilmu akan
mempermudah jalan kita untuk melanjutkan kehidupan.
Dewasa ini, akibat
kemajuan ilmu dan teknologi yang amat pesat, maka terjadi perubahan yang amat
pesat dalam berbagai aspek kehidupan. Akibatnya, apa yang dipelajari oleh
seseorang pada beberapa tahun yang lalu dapat menjadi tidak berarti atau tidak
bermanfaat. Sebab apa yang telah dipelajarinya sudah tidak relevan lagi dengan
berbagai masalah kehidupan yang dihadapinya. Implikasi dari kemajuan ilmu dan
teknologi yang amat pesat tersebut ialah seseorang dituntut untuk mau dan mampu
belajar sepanjang hayat. (Tim, 2008). Pendidikan terdiri dari tiga sumber
utama yaitu:
1. Pendidikan Persekolahan
Di negara kita
dikenal adanya wajib belajar 12 tahun, dimana kita mendapat pendidikan sampai
tingkat sekolah menengah. Wajib belajar ini termasuk peran dari pemerintah
untuk mengimplementasikan assa belajar sepanjang hayat.
2. Pendidikan luar sekolah
Orang bijak
mengatakan bahwa pengalaman merupakan pembelajaran yang paling berharga dalam
kehidupan, kita tidak akan bisa mengaplikasikan ilmu yang kita dapatkan di
dalam pendidikan sekolah tanpa adanya pengalaman nyata yang kita dapatkan di
lingkungan sekitar. Setiap saat banyak pelajaran yang kita dapatkan di
lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat maupun tempat bersosialisasi
seperti tempat kerja. Karena kita pasti sepanjang hidup kita akan bergaul dan
berbaur dengan lingkungan masyarakat, tentu juga kita pasti mendapatkan
pendidikan sepanjang hidup kita. Contoh lain tentang pendidikan luar sekolah
yaitu adanya organisasi sosial masyarakat dan sebagainya.
3. Sumber informasi lain seperti media social, internet, dan
sebagainya
Zaman modern saat
ini tekhnologi tidak akan bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, kepintaran
manusia menyebabkan semakin cepatnya pembaharuan-pembaharuan dalam bidang
tekhnologi yang mengakibatkan kita juga harus mampu bersaing untuk mempelajari
tekhnologi itu sendiri. Apalagi dengan mendekatnya pasar bebas, juga akan
berdampak besar bagi kita. Jika kita tidak mampu menguasai tekhnologi maka
beberapa tahun kedepan kita akan menjadi tamu di rumah kita sendiri.
Dalam kaitan asas belajar sepanjang hayat, dapat dikemukakan
beberapa keadaan yang ditemui sekarang yaitu :
a. usaha pemerintah memperluas kesempatan belajar telah
mengalami peningkatan. Terbukti dengan semakin banyaknya peserta didik dari
tahun ke tahun yang dapat ditampung baik dalam lembaga pendidikan formal, non
formal, dan informal; berbagai jenis pendidikan; dan berbagai jenjang
pendidikan dari TK sampai perguruan tinggi,
b. usaha pemerintah dalam pengadaan dan pembinaan guru dan
tenaga kependidikan pada semua jalur, jenis, dan jenjang agar mereka dapat
melaksanakan tugsnya secara proporsional. Dan pada gilirannya dapat
meningkatkan kualitas hasil pendidikan di seluruh tanah air. Pembinaan guru dan
tenaga guru dilaksanakan baik didalam negeri maupun diluar negeri
c. usaha pembaharuan kurikulum dan pengembangan kurikulum
dan isi pendidikan agar mampu memenuhi tantangan pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya yang berkualitas melalui pendidikan,
d. usaha pengadaan dan pengembangan sarana dan prasarana
yang semakin meningkat: ruang belajar, perpustakaan, media pengajaran, bengkel
kerja, sarana pelatihan dan ketrampilan, sarana pendidikan jasmani,
e. pengadaan buku ajar yang diperuntukan bagi berbagai
program pendidikan masyarakat yang bertujuan untuk:
(a)
meningkatkan sumber penghasilan keluarga secara layak dan hidup bermasyarakat secara berbudaya melalui
berbagai cara belajar,
(b) menunjang
tercapainya tujuan pendidikan manusia seutuhnya,
f. usaha pengadaan berbagai program pembinaan generasi muda:
kepemimpinan dan ketrampilan, kesegaran jasmani dan daya kreasi, sikap
patriotisme dan idealisme, kesadaran berbangsa dan bernegara, kepribadian dan
budi luhur,
g. usaha pengadaan berbagai program pembinaan keolahragaan
dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anggota masyarakat
untuk melakukan berbagai macam kegiatan olahraga untuk meningkatkan kesehatan
dan kebugaran serta prestasi di bidang olahraga,
h. usaha pengadaan berbagai program peningkatan peran wanita
dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan keluarga
sehat, sejahtera dan bahagia; peningkatan ilmu pngetahuan dan teknologi,
ketrampilan serta ketahanan mental.
Sesuai dengan uraian di atas, maka secara singkat pemerintah
secara lintas sektoraltelah mengupayakan usaha-usaha untuk menjawab tantangan
asas pendidikan sepanjanghayat dengan cara pengadaan sarana dan prasarana,
kesempatan serta sumber dayamanusia yang menunjang.
v Implementasi
Asas Alam Takambang Jadi Guru
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan pemaparan di atas dapat
kami simpulkan sebagai berikut.
Asas pendidikan memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi
acuan kita dalam melaksanakan kegiatan pendidikan. Asas pendidikan merupakan
suatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap
perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Beberapa
asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan
itu. Diantara asas tersebut adalah Asas Tut Wuri Handayani, Asas Belajar
Sepanjang Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar.
Maksud tut wuri handayani adalah
sebagai pendidik hendaknya mampu menyalurkandan mengarahkan perilaku dan segala
tindakan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang dirancang. Proses belajar
mandiri atau Asas Kemandirian dalam Belajar akan mampu menggiring manusia untuk
tetap “Belajar sepanjang Hayatnya”. Implikasi
dari kemajuan ilmu dan teknologi yang amat pesat tersebut ialah seseorang
dituntut untuk mau dan mampu belajar sepanjang hayat.
Asas Tut Wuri Handayani mempunyai prinsip pendidik
memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam menyampaikan ide-idenya ketika
dalam proses pembelajaran, Asas belajar sepanjang hayat lebih menekankan bahwa setiap
manusia itu berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan sistematis untuk
mendapatkan pengajaran, studi dan belajar kapan pun sepanjang hidupnya
(long life education). Sedangkan asas kemandirian dalam belajar lebih menekankan bahwa siswa
dituntut untuk aktif sendiri dalam kegiatan belajar tanpa ada bimbingan lagi
dari seorang guru.
DAFTAR
PUSTAKA
Abu Hanifah. 1950. Rintisan Filsafat, Filsafat Barat
Ditilik dengan Jiwa Timur, Jilid I.
Jakarta:
Balai Pustaka
Komentar
Posting Komentar