Makalah Asas - Asas Pendidikan



MAKALAH
DASAR DASAR ILMU PENDIDIKAN
“ASAS ASAS PENDIDIKAN”

OLEH :
NAMA : AISHA AZALIA (16231003)
KELOMPOK : 4
PRODI : PENDIDIKAN IPA
FAKULTAS : FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)

MATA KULIAH UMUM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017
ASAS ASAS PENDIDIKAN


BAB I
 PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Kemajuan ilmu dan teknologi terutama teknologi informasi menyebabkan arus komunikasi cepat. Hal ini berdampak pada norma kehidupan dan ekonomi, seperti tersingkirnya pekerja yang tidak profesional dan kurang terampil. Menurunnya norma masyarakat kita yang bersifat pluralistik sehingga rawan terhadap timbulnya sosial serta integrasi bangsa.
Pendidikan sebagai usaha dasar yang sistematis-sistemik selalu bertolak dari sejumlah asas tertentu. Asas-asas tersebut sangat penting karna pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat tertentu. Khusus untuk pendidikan indonesia, terdapat sejumlah asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Di antara sejumlah asas tersebut, akan dikaji lebih lanjut tiga asas yaitu Asas Tut Wuri Handayani,Ing Ngarsa Sung Tulada,Asas Ing Madya Mangun Karsa, Asas Kemandirian dalam Belajar dan Asas Belajar Sepanjang Hayat,Asas Alam Takambanag Jadi Guru,dan Implementasi dari masing- masing asas dalam pendidikan . Keempat asas itu dipandang sangat relevan dengan  upaya pendidikan, baik masa kini maupun masa depan.


1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dibahas di dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa yang di maksud Tut Wuri Handayani , Ing Ngarsa Sung Tulada , Ing Madya Mangun Karsa?
2.      Apa yang di maksud Asas Kemandirian dalam belajar ?
3.      Apa yang di maksud Asas Pendidikan Sepanjang Hayat ?
4.    Apa yang dimaksud Asas Alam Takambang Jadi Guru ?
5.    Bagaimana Imlementasi dari masing-masing Asas dalam pendidikan ?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun Tujan Penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui Asas Tut Wuri Handayani  Ing Ngarsa Sung Tulada , Ing Madya Mangun Karsa?
2.      Untuk mengetahui Asas Kemandirian dalam belajar
3.      Untuk mengetahui Asas Pendidikan sepanjang hayat
4.      Untuk mengetahui Asas Alam takambang jadi guru
5.       Untuk mengetahui Implementasi dari masing masing asas dalam pendidikan



BAB II
PEMBAHASAN
3. ASAS ASAS  PENDIDIKAN
Asas pendidikan memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan kita dalam melaksanakan kegiatan pendidikan. Asas pendidikan merupakan suatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusus untuk pendidikan di Indonesia, terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Diantara asas tersebut adalah Asas Tut Wuri Handayani , Ing Ngarsa Sung Tulada , Ing Madya Mangun Karsa , Asas Kemandirian dalam Belajar , Pendidikan Sepanjang Hayat, dan Asas Alam Takambang Jadi Guru.

a.     Asas Tut Wuri Handayani

Masyarakat Indonesia tentunya tidak asing lagi dengan semboyan Tut Wuri Handayani. Semboyan ini sering kita jumpai pada seragam siswa Sekolah Dasar. Semboyan ini juga merupakan semboyan Depdiknas. Semboyan Tut Wuri Handayani pertama kali dikumandangkan pada tahun 1922 tercantum pada asas 1922 yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara. Asas 1922 ini merupakan asas dari Perguruan Nasional Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1922.
Ki Hajar Dewantara berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 meninggal di usia 69 tahun di Yogyakarta, 26 April 1959. Dengan nama kecil Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat) setelah itu sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara (EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro). Beliau merupakan aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia saat zaman penjajahan Belanda.
ELS merupakan sekolah dasar di Eropa  Belanda yang menjadi lulusan Ki Hajar Dewantara. Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial. Banyak karya-karya yang dimiliki beliau.
Berbagai macam cara yang dilakukan Ki Hajar dewantara demi memperjuangkan kemerdekaan pendidikan Indonesia. Salah satunya dengan seringnya mengubah namanya sendiri.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan perubahan sikapnya dalam melaksanakan pendidikan yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan negara. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu, nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan.
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak- anak. Adapun tujuannya adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Dengan berbagai ide yang dimiliki dari Ki Hajar Dewantara ada satu konsep yang terlupakan. Ki Hajar pernah melontarkan konsep belajar 3 dinding. Kalau kita mengingat masa lalu ketika masih di bangku sekolah, bentuk ruang kelas kita rata-rata adalah persegi empat. Nah, Ki Hajar menyarankan ruang kelas itu hanya dibangun 3 sisi dinding saja. Ada satu sisi yang terbuka. Konsep ini bukan main-main filosofinya. Dengan ada satu dinding yang terbuka, maka seolah hendak menegaskan tidak ada batas atau jarak antara di dalam kelas dengan realita di luar.
Coba bandingkan dengan bentuk kelas kita dulu saat kecil. Empat dinding tembok, dengan jendela tinggi-tinggi, sehingga kita yang masih kecil tidak bisa melihat keluar. Lalu biasanya di dinding digantungi foto-foto pahlawan perang yang angker-angker, dari Pattimura, Teuku Umar, Diponegoro sampai Sultan Hasanudin. Jarang sekali ada yang memasang foto pujangga masa lalu seperti Buya Hamka, Ranggawarsito, Marah Rusli, dll. Paling-paling pujangga yang sempat diingat anak-anak SD adalah WR Supratman.
Konsep menyatunya kelas tempat belajar dengan realitas yang ditawarkan Ki Hajar, mungkin memang bukan orisinil dari Beliau. Mungkin konsep ini sudah ada sebelumnya Ki Hajar hidup. Namun ketika Ki Hajar merumuskan konsep ini dengan istilah 3 dinding, menunjukkan betapa luasnya wawasan Beliau dan mampu mengadaptasi konsep tersebut dalam budaya Indonesia.
Banyak karya beliau yang menjadi landasan rakyat Indonesia dalam mengembangkan pendidikan. Asas Tut Wuri Handayani mendapat tangapan positif dari Drs. R.M.P. Sostrokartono salah seorang filsuf dan ahli bahasa dengan menambahkan dua semboyan untuk melengkapinya, sehingga ketiga semboyan itu menyatu menjadi satu kesatuan asas yakni,
1.      Tut Wuri Handayani yang berarti jika dibelakang mengikuti dengan awas. Yang memiliki makna kita sebagai calon pendidik memberikan peserta didik keleluasaan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologinya tetapi kita juga harus mengawasinya agar tidak menyimpang dari norma norma yang ada dalam masyarakat.    
2.      Ing Narsa Sung Tulada yang berarti jika di depan  memberi contoh . Yang dimaksud ialah sebagai seorang pendidik kita harus bisa menjadi contoh kepada siswa dalam berprilaku dan juga bertindak agar anak didik kita bisa minimal seperti kita dan harus lebih baik dari kita. Dalam konteks kepemimpinan semboyan ini berartikan sebagai pemimpin kita hendaknya harus bisa memperlihatkan dan memberi contoh kepada bawahan dan rakyat kita akan pentingnya perbuatan baik dan mengayomi rakyat sehingga rakyat pun bisa menerima dan mencontoh pemimpinnya.
3.         Ing Madya Mangun Karsa yang berarti jika ditengah-tengah  membangkitkan kehendak, hasrat atau motivasi, disini kita sebagai calon pendidik kelak ketika akan memberikan pengajaran kepada masyarakat atau anak didik kita, hendaknya kita dapat berbaur dengan peserta didik. Kita tidak hanya selalu memberikan materi di depan kelas dan memberikan contoh, tetapi kita hendaknya berbaur dan membangkitkan semangat peserta didik dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dialaminya.
       
Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tahun 1922 di Yogyakarta. Sebuah lembaga yang pertama kali menjadi motivator bagi warga negara Indonesia demi melanjutkan kemerdekaan yang akan menjadi proses kemerdekaan kita saat ini. Sejak awal Taman Siswa memiliki semboyan yang tertera diatas. Semboyan yang sering dipertanyakan oleh berbagai peserta didik saat ini. Asas 1922 yang merupakan asas dari Perguruan Taman Siswa  adalah sebagai berikut :
a.       Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum.
b.      Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah, yang dalam arti lahir dan bathin dapat memerdekakan diri.
c.       Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
d.      Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
e.       Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh-penuhnya lahir mapun bathin hendaknya diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak bantuan apa pun dan dari siapa pun yang mengikat, baik berupa ikatan lahir maupun ikatan batin.
f.       Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
g.      Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan bathin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.
Asas Tut Wuri Handayani merupakan inti dari asas pada butir a yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri (zelf-veschikingsrecht) dengan mengingat tertibnya persatuan dalam kehidupan umum. Dari asas yang pertama inilah jelas kita ketahui bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh Perguruan Taman Siswa adalah kehidupan yang tertib dan damai. Asas inilah yang mendorong Taman Siswa untuk mengganti sistem pendidikan cara lama yang lebih menitik berartkan tentang pengajaran menggunakan perintah, paksaan, dan hukuman dengan sistem khas dari Taman Siswa yaitu berdasarkan atas perkembangan kodrati. Selanjutnya dari asas ini berkembang pula “Sistem Among” dimana guru disebut sebagai “pamong” yaitu guru sebagai pemimpin yang berdiri dibelakang dengan memberikan kesempatan kepada anak didik untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus mencampuri, diperintah, atau dipaksa. Guru disini sebagai pamong yang mengawasi dan wajib mencampuritingkah laku atau perbuatan anak jika anak tidak dapat menghindarkan diri dari berbagai rintangan atau ancaman keselamatan gerak majunya. Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem among adalah cara pendidikan yang dipakai dalam sistem pendidikan di Taman Siswa dengan maksud mewajibkan pada guru supaya mengingati dan mementingkan kodrat-idratnya para siswa dengan tidak melupakan segala keadaan yang mengelilinginya.
Tujuan dari Asas Tut Wuri Handayani adalah
·         Pendidikan dilaksanakan tidak menggunakan syarat paksaan,
·         Pendidikan adalah penggulowenthah yang mengandung makna: momong, among, ngemong.  Among mengandung arti mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan agar anak didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan selamat. Momong mempunyai arti mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut kodratnya. Ngemong berarti kita harus mengikuti apa yang ingin diusahakan anak sendiri dan memberi bantuan pada saat anak membutuhkan,
·         Pendidikan menciptakan tertib dan damai (orde en vrede),
·         Pendidikan tidak ngujo (memanjakan anak), dan
·         Pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri sendiri dan berdiri di atas kaki sendiri (mandiri dalam diri anak didik). Metode ini secara teknik pengajaran meliputi : kepala, hati, dan panca indera (educate the head, the heart, and the hand).
Dua semboyan lainnya, sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan dari tut wuri handayani, pada hakekatnya bertolak dari wawasan tentang anak yang sama, yakni tidak ada unsur perintah, paksaan, atau hukuman, tidak ada campur tangan yang dapat mengurangi kebebasan anak untuk berjalan sendiri dengan kekuatan sendiri. Di sisi lain pendidik setiap saat dapat memberikan uluran tangan apabila sang anak memang membutuhkan. Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan memberi contoh) adalah sesuatu hal yang baik mengingat kebutuhan anak maupun pertimbangan guru. Ing Madya Mangun Karsa (ditengah membangkitkan kehendak) diterapkan pada keadaan atau kondisi yang kurang bergairah  atau anak ragu-ragu dalam mengambil keputusan, sehingga memerlukan pendidik yang mampu membangkitkan dan memperkuat motivasi.
Ketiga filosofi di atas saling berkaitan dan tidak dapat ditinggalkan salah satunya. Sebagai contoh, usaha seorang leader untuk menanamkan nilai-nilai organisasi kepada followernya. Dalam hal ini, seorang leader tidak bisa begitu saja mendorong dan mengarahkan perilaku followernya agar sesuai dengan nilai-nilai organisasi (tut wuri handayani). Namun, leader tersebut juga harus mampu memberikan contoh nyata bagaimana nilai-nilai organisasi telah tertanam dalam dirinya (ing ngarsa sung tuladha). Sembari member contoh, leader juga harus mengkomunikasikan nilai-nilai tersebut ke tengah-tengah followernya, dan memotivasi mereka untuk bertindak sejalan dengan nilai-nilai itu (ing madya mangun karsa).

b.    Asas Kemandirian dalam Belajar

Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Kemandirian dalam belajar dapat diartikan sebagai aktifitas belajar yang berlangsung lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran. Pengertian tentang belajar mandiri sampai saat ini belum ada kesepakatan dari para ahli. Ada beberapa variasi pengertian belajar mandiri yang diutarakan oleh para ahli seperti dipaparkan Abdullah (2001:1-4) sebagai berikut:
1. Belajar Mandiri memandang siswa sebagai para manajer dan pemilik tanggung jawab dari proses pelajaran mereka sendiri. Belajar Mandiri mengintegrasikan self- management (manajemen konteks, menentukan setting, sumber daya, dan tindakan) dengan self-monitoring (siswa memonitor, mengevaluasi dan mengatur strategi belajarnya) (Bolhuis; Garrison).
2. Peran kemauan dan motivasi dalam Belajar Mandiri sangat penting  dalam memulai dan memelihara usaha siswa. Motivasi memandu dalam mengambil keputusan, dan kemauan menopang kehendak untuk menyelami suatu tugas sedemikian sehingga tujuan dapat dicapai (Corno; Garrison).
3. Di dalam belajar mandiri, kendali secara berangsur-angsur bergeser dari para guru ke siswa. Siswa mempunyai banyak kebebasan untuk memutuskan pelajaran apa dan tujuan apa yang hendak dicapai dan bermanfaat baginya (Lyman; Morrow, Sharkey, & Firestone).
Jika para ahli di atas memberi makna tentang belajar mandiri secara sepotong-sepotong, maka Haris Mujiman (2005:1) mencoba memberikan pengertian belajar mandiri dengan lebih lengkap. Menurutnya belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki. Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara pencapaiannya  baik penetapan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo belajar, cara belajar, maupun evaluasi belajar  dilakukan oleh siswa sendiri. Di sini belajar mandiri lebih dimaknai sebagai usaha siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang didasari oleh niatnya untuk menguasai suatu kompetensi tertentu. 
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dan beberapa pertimbangan di atas, maka Belajar Mandiri dapat diartikan sebagai usaha individu untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi dan atau kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di dunia nyata.
Sehingga perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator, disamping peran-peran lain: Informator, organisator, dan sebagainya. Sebagai fasilitator guru diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sedang sebagai motivator, guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar itu. Pengembangan kemandirian dalam belajar ini seyogyanya dimulai dengan kegiatan intrakurikuler, yang dikembangkan dan dimantapkan selanjutnya dalam kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler atau  untuk latar perguruan tinggi: Dimulai dalam kegiatan tatap muka  dan dikembangkan dan dimantapkan dalam kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri. Kegiatan tatap muka atau intrakurikuler terutama berfungsi membentuk konsep-konsep dasar dan cara-cara pemanfaatan berbagai sumber belajar yang akan menjadi dasar pengembangan kemandirian dalam belajar di dalam bentuk-bentuk kegiatan terstruktur dan mandiri atau kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler itu.
Terdapat beberapa strategi belajar-mengajar dan suatu kegiatan belajar-mengajar yang dapat memberi peluang pengembangan kemandirian dalam belajar. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) merupakan salah satu pendekatan yang memberi peluang itu  karena siswa dituntut mengambil prakarsa dan  memikul tanggung jawab tertentu dalam belajar-mengajar di sekolah, umpamanya melalui lembaga kerja. Di samping itu ada beberapa jenis kegiatan belajar mandiri lainnya seperti belajar melalui modul, paket belajar, pengajaran berprogram, dan sebagainya. Keseluruhan upaya itu harus didukung dengan Pusat Semua Belajar (PSB ) yang memadai di lembaga pendidikan  utamanya sekolah. Seperti diketahui, PSB itu memberi peluang tersedianya berbagai jenis sumber belajar, disamping bahan pustaka di perpustakaan, seperti rekaman elektronik, ruang-ruang belajar (tutorial) sebagi mitra kelas, dan sebaginya. Dengan dukungan PSB itu asas kemandirian dalam belajar akan lebih dimantapkan dan dikembangkan.
Keberadaan Asas Kemandirian dalam Belajar memang satu jalur dengan apa yang menjadi agenda besar dari Asas Tut Wuri Handayani, yakni memberikan para peserta didik kesempatan untuk “berjalan sendiri.” Inti dari istilah “berjalan sendiri” tentunya sama dengan konsep dari “mandiri” yang dalam Asas Kemandirian dalam Belajar bermakna “menghindari campur tangan guru namun (guru juga harus) selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan” (Tirtarahardja, 1994: 123).
Kurikulum KTSP tentunya sangat membantu dalam agenda mewujudkan Asas Kemandirian dalam Belajar. Prof. Dr. Umar Tirtarahardja (1994) lebih lanjut mengemukakan bahwa dalam Asas Kemandirian dalam Belajar, guru tidak hanya sebagai pemberi dorongan, namun juga fasilitator, penyampai informasi, dan organisator (Tirtarahardja, 1994: 123). Oleh karena itu, wujud manifestasi Asas Kemandirian dalam Belajar bukan hanya dalam berbentuk kurikulum KTSP, namun juga dalam bentuk kurikuler dan ekstra kurikuler sedang dalam lingkup perguruan tinggi terwujud dalam kegiatan tatap muka dan kegiatan terstruktur dan mandiri.
Dalam bukunya “Contextual Teaching and Learning” Elanie B. Johnson (2009) berpendapat bahwa dalam Pembelajaran Mandiri  seorang guru yang berfaham “Pembalajaran dan Pengajaran Kontekstual” dituntut untuk mampu menjadi mentor dan guru ‘privat’ (Johnson, 2009: 177). Sebagai mentor, guru yang hendak mewujudkan kemandirian peserta didik diharapkan mampu memberikan pengalaman yang membantu kepada siswa mandiri untuk menemukan cara menghubungkan sekolah dengan pengalaman dan pengetahuan mereka sebelumnya. Sebagai seorang guru ‘privat,’ seorang guru biasanya akan memantau siswa dalam belajar dan sesekali menyela proses belajar mereka untuk membenarkan, menuntun, dan member instruksi mendalam (Johnson, 2009).
Lebih lanjut Johnson mengungkapkan bahwa kelak jika proses belajar mandiri berjalan dengan baik, maka para peserta didik akan mampu membuat pilihan-pilihan positif tentang bagaimana mereka akan mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan sehari-hari (Johnson, 2009: 179). Dengan kata lain, proses belajar mandiri atau Asas Kemandirian dalam Belajar akan mampu menggiring manusia untuk tetap “Belajar sepanjang Hayatnya.”
                                                                 
c.      Asas Pendidikan Sepanjang Hayat

Asas Belajar Sepanjang Hayat
“Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim dan muslimat. Tuntutlah ilmu sejak buaian sampai lubang kubur. Tiada amalan umat yang lebih utama daripada belajar”.
Asas Belajar Sepanjang Hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education. Istilah pendidikan seumur hidup erat kaitannya dan kadang-kadang digunakan saling bergantian dengan makna yang sama dengan istilah belajar sepanjang hayat. Kedua istilah ini memang tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Penekanan istilah “belajar”adalah perubahan perilaku (kognitif/afektif/psikomotor) yang relatif tetap karena pengaruh pengalaman, sedang istilah “pendidikan” menekankan pada usaha sadar dan sistematis untuk penciptaan suatu lingkungan yang memungkinkan pengaruh pengalaman tersebut lebih efisien efektif, dengan kata lain, lingkungan yang membelajarkan subjek didik.
Selanjutnya pendidikan sepanjang hayat didefinisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan perstrukturan pengalaman pendidikan. Pengorganisasian dan perstrukturan ini diperluas mengikuti seluruh rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai yang paling tua (cropley: 67). Pendidikan sepanjang hayat bukan merupakan pendidikan yang berstruktur namun suatu prinsip yang menjadi dasar dalam menjiwai seluruh organisasi system pendidikan yang ada. Dengan kata lain pendidikan sepanjang hayat menembus batas-batas kelembagaan, pengelolaan, dan program yang telah berabad-abad mendesakkan diri pada system pendidikan.
Dalam latar pendidikan seumur hidup, proses belajar mengajar di sekolah seyogyanya mengemban sekurang-kurangnya 2 misi, yaitu membelajarkan peserta didik dengan efisien dan efektif, dan serentak dengan itu meningkatkan kemauan dankemampuan belajar mandiri sebagai basis dari belajar sepanjang hayat. Ditinjau dari pendidikan sekolah, masalahnya adalah bagaimana merancang dan mengimplementasikan suatu program belajar mengajar sehingga mendorong belajar sepanjang hayat, dengan kata lain, terbentuklah manusia dan masyarakat yang mau dan mampu terus menerus belajar.
Kurikulum yang dapat mendukung terwujudnya belajar sepanjang hayat harus dirancang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi:
a.       Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
Termasuk dalam dimensi vertikal itu antara lain pengkajian tentang:
a)      Keterkaitan antara kurikulum dengan masa depan didik    
b)      Kurikulum dan perubahan sosial-kebudayaan
c)      “The forecasting curriculum”
d)     Keterpaduan bahan ajaran dan pengorganisasian pengetahuan
e)      Penyiapan untuk memikul tanggung jawab
f)       Pengintegrasian dengan pengalaman yang telah dimiliki peserta didik
g)      Untuk mempertahankan motivasi belajar secara permanen
b. Dimensi horizontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.
Termasuk dalam dimensi horizontal antara lain :
a)      Kurikulum sekolah merefleksikan kehidupan diluar sekolah
b)      Memperluas kegiatan belajar ke luar sekolah
c)      Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam kegiatan belajar-mengajar
Untuk mencapai integritas pribadi yang utuh sebagaimana gambaran manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan nilai-niai Pancasila, Indonesia menganut asas pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang hayat memungkinkan tiap warga negara Indonesia:
a. mendapat kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri dan kemandirian sepanjang hidupnya,
b. mendapat kesempatan untuk memanfaatkan layanan lembaga-lembaga pendidikan yang ada di masyarakat. Lembaga pendidikan yang ditawarkan dapat bersifat formal, informal, non formal,
c. mendapat kesempatan mengikuti program-program pendidikan sesuai bakat, minat, dan kemampuan dalam rangka pengembangan pribadi secara utuh menuju profil Manusia Indonesia Seutuhnya (MIS) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; dan
d. mendapat kesempatan mengembangkan diri melalui proses pendidikan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989.
d. Alam Takambang Jadi Guru
Alam takambang jadi guru adalah pepatah yang berasal dari Minangkabau. Kalau dijadikan bahasa Indonesia, kira-kira menjadi ” alam terkembang (terbentang luas) dijadikan sebagai guru “. Dewasa ini, pepatah tersebut masuk dalam  moto pembelajaran untuk guru. Entah  kapan dimulai, yang jelas perangkat pembelajaran tersebut telah digandakan oleh banyak guru. Secara tidak langsung menyebarluaskan pepatah alam takambang jadi guru. Nyata  bagi banyak guru pepatah ini sudah familiar juga. Bahkan di Negeri Belanda juga sangat dikenal oleh pakar pendidikan di sana.

Guru di daerah Sumatra Barat dan guru-guru penutur bahasa Melayu pada umumnya akan langsung mengerti makna pepatah tersebut. Di Ranah Minang ungkapan tersebut sangat  komunikatif.  Sementara itu, mereka yang tidak mengerti bahasa Melayu dan bahasa Minang, hanya bisa mengira dan mendiskusikan pengertiannya kepada teman sejawat. Namun mereka tidak akan banyak menemui kesulitan untuk itu. Lagi pula konsep alam takambang jadi guru sangat praktis dan universal. Cakupannya meliputi semua dimensi.

Pepatah Alam Takambang jadi guru ini sangat dipahami oleh setiap orang yang berasal dari Sumatra Barat. Pewarisannya secara oral. Pepatah ini diajarkan turun temurun. Dewasa ini penyebarannya selain secara lisan juga melalui berbagai karya tulis, termasuk di dalamnya karya sastra. Pepatah atau ungkapan ini bermakna ‘agar kita belajar pada  alam yang  menyajikan berbagai fenomena. Alam terbentang luas senantiasa mengabarkan sebuah kearifan’. Sejatinya pepatah atau ungkapan filosofi ini mengandung makna, pertama menunjukan sikap seseorang terhadap tanggung jawab yang seharusnya ia dilaksanakan dalam rangka pengembangan diri. Kedua ungkapan ini bermakna menunjukan kepada kita apa sesungguhnya sumber dari pengetahuan dan teknologi atau keterampilan. AlamTakambang  yakni menujukan sumber belajar yang sesungguhnya, yakni sumber belajar yang sungguh-sungguh dapat memenuhi “kebutuhan kita semua” yang sifatnya selalu ada sepanjang zaman.

Alam diciptakan Allah untuk dimanfaatkan untuk beragam keperluan. Dapat dirinci, di antaranya  sangat banyak  pelajaran yang bisa diambil darinya. Karena itu muncul ungkapan  orang Minangkabau yang mengatakan “Alam Takambang jadi Guru” itu. Banyak sudah teknologi canggih  yang kita gunakan sekarang ini mengambil prinsip kerjanya dari alam ini. Untuk itu  kita selalu bersahabat dengan alam (lingkungan dimana kita berada)  agar kita selalu dapat memetik pelajaran darinya.

Alam Takambang Sebagai Sumber Belajar

Alam Takambang Jadi Guru pengertian yang paling pas untuk itu adalah “alam” (sama juga dengan bahasa Indonesia) yang  “Takambang” (membentang luas) ini atau alam raya ini dengan segala isinya. Jadi Guru diartikan di jadikan sebagai “guru ( sama dengan bahasa Inonesia ).  “ Guru ” maksudnya adalah apa yang ada yang dapat memberikan pelajaran kepada kita atau apa yang dapat kita pelajari padanya. Maka guru disini bermakna luas, berlaku untuk semua baik berupa orang dan alam sekitar  di segala tempat dan keadaan. Dengan kata lain maksud guru itu adalah sumber belajar, baik untuk disekolah maupun diluar persekolahan. Anak dapat belajar dirumah dengan buku dan internet, anak dapat belajar dengan binatang piaraan dan tanaman dikebun atau air yang mengalir disungai. Orang dewasa juga demikian belajar kapan saja dan dimana saja sumber belajarnya tetap saja apa yang ada di lingungannya.

AECT (Association for Education and Communication Technology) menyatakan bahwa sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Sumber belajar adalah bahan-bahan yang dimanfaatkan dan diperlukan dalam proses pembelajaran, yang dapat berupa buku teks, media cetak, media elektronik, narasumber, lingkungan sekitar, dan sebagainya yang dapat meningkatkan kadar keaktifan dalam proses pembelajaran.

Sumber belajar adalah segala sesuatu yang tersedia di sekitar  atau di lingkungan belajar yang berfungsi untuk membantu optimalisasi  aktifitas  belajar. Optimalisasi aktifitas belajar ini dapat dilihat tidak hanya dari hasil belajar saja, namun juga dilihat dari proses pembelajaran yang berupa interaksi siswa dengan berbagai sumber belajar. Sumber belajar dapat memberikan rangsangan untuk belajar dan mempercepat pemahaman dan penguasaan bidang ilmu yang dipelajari. Kegiatan belajarnya dapat berlansung dimana saja dan kapan saja, dengan kata lain dengan sumber belajar yang bersifat sangat luas itu anak belajar tidak terikat oleh ruang dan waktu.

Hal ini berarti bahwa bahwa alam sekitar yang dijadikan sumber belajar bermakna jauh lebih luas dan lebih bervariasi jika dibandingan  “guru” di sekolah sebagai sumber belajar. Dengan hal yang seperti itu semua orang akan mendapat peluang untuk belajar sepanjang hayat, karena didukung dengan ketersediaan sumber belajar dimana-mana. Hal ini juga mengandung makna bahwa seorang guru yang mengajar mengambil bahan pelajaran juga berasal dari Alam Takambang ini. Alam Takambang Jadi Guru tantu saja merupakan sumber belajar yang maha lengkap, jauh lebih lengkap jika dibandingkan dengan sumber belajar pendidikan formal yang berupa pustaka, labortoriun dan work shop. Belajar dengan Alam Takambang akan selalu serasi dan selaras dengan perkembangan anak, perkembangan anak dan perkembangan ilmu dan teknologi. Karena belajar dengan Alam Takambang tidak akan ada dijumpai apa yang disebut dengan keteri       katan,keterbelakangan, keterbatasan , kadaluarsa dan lain sebagainya. Alam Takambang dijadikan guru tidak jadi soal jauh atau dekat karena dengan bantuan teknologi banyak hal menjadi sangat mudah.

Dengan prinsip-prinsip belajar dengan Alam Takambang akan menumbuhkan jiwa kemerdekaan, seseorang hanya patuh dan ta’at kepada kebenaran dan patuh dan hormat kepada kebajikan, bukan patuh kepada siapa-siapa.

                                                                                                   


e.      Implementasi Dari Masing Masing Asas Pendidikan

v Implementasi  Asas Tut Wuri Handayani
Asas Tut Wuri Handayani memberi kesempatan anak didik untuk melakukan usaha sendiri, dan ada kemungkinan mengalami berbuat kesalahan, tanpa ada tindakan (hukuman) pendidik (Karya Ki Hajar Dewantara, 1962:59). Hal itu tidak menjadikan masalah, karena menurut Ki Hajar Dewantara, setiap kesalahan yang dilakukan anak didik akan membawa pidananya sendiri, kalau tidak ada pendidik sebagai pemimpin yang mendorong datangnya hukuman tersebut. Dengan demikian, setiap kesalahan yang dialami anak tersebut bersifat mendidik.
Maksud tut wuri handayani adalah sebagai pendidik hendaknya mampu menyalurkandan mengarahkan perilaku dan segala tindakan sisiwa untuk mencapai tujuan pendidikanyang dirancang.
 Implikasi dari penerapan asas ini dalam pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Seorang pendidik diharapkan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide dan prakarsa yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkan.
b. Seorang pendidik berusaha melibatkan mental siswa yang maksimal didalam mengaktualisasikan pengalaman belajar, upaya melibatkan siswa seperti ini yang sering dikenal dengan cara belajar siswa aktif (CBSA).
 c. Peranan pendidik hanyalah bertugas mengarahkan siswa, sebagai fisilitator, moitivator dan pembimbing dalam rangka mencapai tujuan belajar . Dalam proses belajar mengajar dilakukan secara bebas tetapi terkendali, interaksi pendidik dan siswa mencerminkan hubungan manusiawi serta merangsang berfikir siswa, memanfaatkan bermacam-macam sumber, kegiatan belajar yang dilakukan siswa bervariasi, tetapi tetap dibawah bimbingan guru.
Dalam kaitan penerapan Asas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan beberapa keadaan yang ditemui sekarang, yakni:
a. peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan keterampilan yang diminatinya di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam masyarakat. Peserta didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri,
b. peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja bidang tertentu yang diinginkannya
c. peserta didik memiliki kecerdasan yang luar biasa diberikan kesempatan untuk memasuki program pendidikan dan keterampilan sesuai dengan gaya dan irama belajarnya,
d. peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan keterampilan sesuai dengan cacat yang disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia yang mandiri,
e. peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan keterampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri, yang beragam dari potensi dibawah normal sampai jauh diatas normal (Jurnal Pendidikan,1989)

v Implementasi dari Asas Kemandirian Dalam Belajar
Implementasi dari asas kemandirian dalam belajar merupakan suatu wujud manifestasi Asas Kemandirian dalam Belajar yang bukan hanya dalam berbentuk kurikulum KTSP, namun juga dalam bentuk kurikuler dan ekstra kurikuler  sedang dalam lingkup perguruan tinggi terwujud dalam kegiatan tatap muka dan kegiatan terstruktur dan mandiri.
                              
v Implementasi dari Asas Pendidikan Sepanjang Hayat
Asas belajar sepanjang hayat sebenarnya sudah tertanam dalam kehidupan bermasyarakat lewat pendidikan keagamaan dan budaya, dimana ilmu akan mempermudah jalan kita untuk melanjutkan kehidupan.
Dewasa ini, akibat kemajuan ilmu dan teknologi yang amat pesat, maka terjadi perubahan yang amat pesat dalam berbagai aspek kehidupan. Akibatnya, apa yang dipelajari oleh seseorang pada beberapa tahun yang lalu dapat menjadi tidak berarti atau tidak bermanfaat. Sebab apa yang telah dipelajarinya sudah tidak relevan lagi dengan berbagai masalah kehidupan yang dihadapinya. Implikasi dari kemajuan ilmu dan teknologi yang amat pesat tersebut ialah seseorang dituntut untuk mau dan mampu belajar sepanjang hayat. (Tim, 2008). Pendidikan terdiri dari tiga sumber utama yaitu:
     1.      Pendidikan Persekolahan                                                     
Di negara kita dikenal adanya wajib belajar 12 tahun, dimana kita mendapat pendidikan sampai tingkat sekolah menengah. Wajib belajar ini termasuk peran dari pemerintah untuk mengimplementasikan assa belajar sepanjang hayat.
2.      Pendidikan luar sekolah
Orang bijak mengatakan bahwa pengalaman merupakan pembelajaran yang paling berharga dalam kehidupan, kita tidak akan bisa mengaplikasikan ilmu yang kita dapatkan di dalam pendidikan sekolah tanpa adanya pengalaman nyata yang kita dapatkan di lingkungan sekitar. Setiap saat banyak pelajaran yang kita dapatkan di lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat maupun tempat bersosialisasi seperti tempat kerja. Karena kita pasti sepanjang hidup kita akan bergaul dan berbaur dengan lingkungan masyarakat, tentu juga kita pasti mendapatkan pendidikan sepanjang hidup kita. Contoh lain tentang pendidikan luar sekolah yaitu adanya organisasi sosial masyarakat dan sebagainya.
3.      Sumber informasi lain seperti media social, internet, dan sebagainya
Zaman modern saat ini tekhnologi tidak akan bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, kepintaran manusia menyebabkan semakin cepatnya pembaharuan-pembaharuan dalam bidang tekhnologi yang mengakibatkan kita juga harus mampu bersaing untuk mempelajari tekhnologi itu sendiri. Apalagi dengan mendekatnya pasar bebas, juga akan berdampak besar bagi kita. Jika kita tidak mampu menguasai tekhnologi maka beberapa tahun kedepan kita akan menjadi tamu di rumah kita sendiri.
Dalam kaitan asas belajar sepanjang hayat, dapat dikemukakan beberapa keadaan yang ditemui sekarang yaitu :
a. usaha pemerintah memperluas kesempatan belajar telah mengalami peningkatan. Terbukti dengan semakin banyaknya peserta didik dari tahun ke tahun yang dapat ditampung baik dalam lembaga pendidikan formal, non formal, dan informal; berbagai jenis pendidikan; dan berbagai jenjang pendidikan dari TK sampai perguruan tinggi,
b. usaha pemerintah dalam pengadaan dan pembinaan guru dan tenaga kependidikan pada semua jalur, jenis, dan jenjang agar mereka dapat melaksanakan tugsnya secara proporsional. Dan pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas hasil pendidikan di seluruh tanah air. Pembinaan guru dan tenaga guru dilaksanakan baik didalam negeri maupun diluar negeri
c. usaha pembaharuan kurikulum dan pengembangan kurikulum dan isi pendidikan agar mampu memenuhi tantangan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas melalui pendidikan,
d. usaha pengadaan dan pengembangan sarana dan prasarana yang semakin meningkat: ruang belajar, perpustakaan, media pengajaran, bengkel kerja, sarana pelatihan dan ketrampilan, sarana pendidikan jasmani,
e. pengadaan buku ajar yang diperuntukan bagi berbagai program pendidikan masyarakat yang bertujuan untuk:
(a) meningkatkan sumber penghasilan keluarga secara layak dan hidup  bermasyarakat secara berbudaya melalui berbagai cara belajar,
 (b) menunjang tercapainya tujuan pendidikan manusia seutuhnya,

f. usaha pengadaan berbagai program pembinaan generasi muda: kepemimpinan dan ketrampilan, kesegaran jasmani dan daya kreasi, sikap patriotisme dan idealisme, kesadaran berbangsa dan bernegara, kepribadian dan budi luhur,
g. usaha pengadaan berbagai program pembinaan keolahragaan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anggota masyarakat untuk melakukan berbagai macam kegiatan olahraga untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran serta prestasi di bidang olahraga,
h. usaha pengadaan berbagai program peningkatan peran wanita dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan keluarga sehat, sejahtera dan bahagia; peningkatan ilmu pngetahuan dan teknologi, ketrampilan serta ketahanan mental.
Sesuai dengan uraian di atas, maka secara singkat pemerintah secara lintas sektoraltelah mengupayakan usaha-usaha untuk menjawab tantangan asas pendidikan sepanjanghayat dengan cara pengadaan sarana dan prasarana, kesempatan serta sumber dayamanusia yang menunjang.
v Implementasi Asas Alam Takambang Jadi Guru

                    

BAB III
PENUTUP

Simpulan
Berdasarkan pemaparan di atas dapat kami simpulkan sebagai berikut.
Asas pendidikan memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan kita dalam melaksanakan kegiatan pendidikan. Asas pendidikan merupakan suatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Diantara asas tersebut adalah Asas Tut Wuri Handayani, Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar.
Maksud tut wuri handayani adalah sebagai pendidik hendaknya mampu menyalurkandan mengarahkan perilaku dan segala tindakan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang dirancang. Proses belajar mandiri atau Asas Kemandirian dalam Belajar akan mampu menggiring manusia untuk tetap “Belajar sepanjang Hayatnya”. Implikasi dari kemajuan ilmu dan teknologi yang amat pesat tersebut ialah seseorang dituntut untuk mau dan mampu belajar sepanjang hayat.
Asas Tut Wuri Handayani mempunyai prinsip pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam menyampaikan ide-idenya ketika dalam proses pembelajaran, Asas belajar sepanjang hayat lebih menekankan bahwa setiap manusia itu berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan sistematis untuk mendapatkan pengajaran, studi dan belajar kapan pun  sepanjang hidupnya (long life education). Sedangkan asas kemandirian dalam belajar lebih menekankan bahwa siswa dituntut untuk aktif sendiri dalam kegiatan belajar tanpa ada bimbingan lagi dari seorang guru.





                                                                                                                                                     


DAFTAR PUSTAKA
Abu Hanifah. 1950. Rintisan Filsafat, Filsafat Barat Ditilik dengan Jiwa Timur, Jilid I.
Jakarta: Balai Pustaka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Day 1 To Be Part of SEA-TEACHER 2019

Summary And Suggestion of SEA TEACHER 2019